Minggu, 26 Oktober 2014

Persamaan dan Perbedaan Koperasi tingkat Desa dengan Koperasi tingkat Kota




Persamaan dan Perbedaan Koperasi tingkat Desa dengan Koperasi tingkat Kota
Persamaan dan Perbedaan Koperasi pada Tingkat Kelurahan dan Kabupaten atau Kota.
Desa Gempolsewu , Kecamatan Rowosari , Kabupaten Kendal. Desa Gempolsewu berada di Kecamatan Rowosari yang berjarak ± 55 km arah barat dari kota Semarang, dan berbatasan langsung dengan laut jawa di sebelah utara, pada desa ini mempunyai Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Tawang, yang merupakan Pelabuhan Perikanan bertipe C atau pelabuhan perikanan yang dipunyai daerah tingkat II. Dengan keberadaan PPI Tawang di desa tersebut, maka menjadikan sebagian besar penduduknya berusaha dibidang perikanan atau sebagai nelayan dengan komposisi 4.083 orang (68,78%), buruh tani 722 orang
(12.16%), buruh industri dan bangunan 482 orang (8.12 %), petani 441 orang (7.43 %), dan sebagai pengusaha 210 orang (3.54 %).
Jika terjadi hujan, maka desa tersebut tidak pernah terlepas dari banjir, yang
disebabkan oleh karena genangan luapan
air dari sungai Kalikuto yang mencapai
ketinggian ± 1 meter.
Dari dukungan Sektor ekonomi terhadap w
ilayah , terdiri atas kontribusi sector
ekonomi terhadap PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto),factor pendukung wilayah
dan factor dukungan pemerintah daerah.
Pada kontribusi sector ekonomi terhadap PDRB, sector industri pengolahan
memberikan kontribusi relative share yang tinggi
dibandingkan sektor lain yaitu sebesar
42.58 % terhadap PDRB Kabupaten Kendal disusu
l, sektor pertanian rata-rata 24.7 %
dengan sub sektor bahan makanan, perkebuna
na, peternakan, kehutanan dan pertanian,
namun untuk subsektor perikanan hanya
memberikan kontribusi 1, 99 % pada tahun
1999, padahal subsektor ini menyimpan potensi
yang sangat besar mengingat keberadaan
fasilitas Pusat Pendaratan Ikan.
Faktor pendukung wilayah, untuk
infrastruktur sarana dan prasarana
perikanan dari segi kepemilikannya sebagian besar berusaha dengan menggunakan motor
tempel, padahal apabila digunakan untuk menangkap ikan di perairan hanya akan
mempunyai jangkauan yang terbatas, seda
ngkan untuk unit-unit penangkapan ikan
mempunyai fishing base namun berukuran relative kecil sehingga hanya memungkinkan
beroperasi di wilayah perairan pantai dengan waktu melaut hanya satu hari, pada
infrastruktur pertanian
yang mendukung usaha tani masyarakat desa tersebut adalah
adanya saluran irigasi teknis bagi areal pesawahan seluas 88.44 hektar (18.69 %), pada
infrastruktur pendidikan dan kesehatan
yaitu terdapatnya 6 unit SD swasta dan 1 unit
SLTP swasta namun tidak mempunyai SLTA
, disamping itu untuk tingkat pendidikan
desa Gempolsewu sebagian besar ta
mat SMP yaitu sebanyak 3.946 penduduk (40.71 %)
sedangkan untuk tamatan SD sebanyak
2.801 penduduk (28.89 %) dan SLTA sebanyak
631 penduduk (6.51%)
Faktor dukungan dari pemerintah daerah sangat kurang sekali, hal ini dapat dilihat
sampai dengan saat ini belum adanya program-program yang memberdayakan
masyarakat nelayan yang bergerak dibidang
perikanan, berbeda dengan bidang pertanian
yaitu adanya Bimas, Inmas,Insus, KUT dan
lain-lain, program yang hadir hanya Tempat
Pelelangan Ikan (TPI) dan terakhir adanya
program Protekan ( Program peningkatan
Ekspor Perikanan) pada tahun 2003.
Kondisi social masyarakat desa Gem
polsewu yang tergolong prasejahtera sangat
mendominasi yaitu sebanyak 1.395 keluarga at
au 52.60 % kemudian keluarga sejahtera
II/III sebanyak 907 keluarga atau 34.20 % dan keluarga sejahtera I sebanyak 350
keluarga atau 13.20 %, sedangkan dari sisi
kepemilikan rumahnya sebagian besar
tergolong tidak permanent atau masih dalam bentuk papan yaitu sebanyak 1.396 rumah
atau 55.86 %, hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Gempolsewu tidak mampu
membeli rumah yang permanent dan semi permanent dengan demikian tergolong miskin.
Kelembagaan, satu-satunya lembaga dan fasilitas yang dimiliki nelayan desa
Gempolsewu adalah adanya Tempat pelelangan Ikan (TPI) Tawang, dan untuk setiap
nelayan yang masuk de desa tersebut di
wajibkan menjual hasil tangkapannya di TPI
Tawang.
  1. Desa Bangunjiwo , Kecamatan Kasihan , Kabupaten Bantul.
Desa Bangunjiwo memiliki luas wilayah 15.43 km2, dengan jumlah penduduk
sebesar 19.185 jiwa sehingga kepadatan penduduknya sebesar 1.243 penduduk/km2.
Luas wilayah tersebut sebesar 1.077,78 hekt
ar (66.80 %)diperuntukan bagi permukiman
dan perumahan penduduk sedangkan sisanya
untuk sawah sebesar 322 hektar (19.96 %)
dan untuk jalan sebesar 95.84 hektar (5.94 %),
sedangkan dari sisi mata pencahariannya,
maka 88,29 % merupakan perajin gerabah da
n keramik sedangkan mata pencaharian
yang lain prosentasenya tidak mencapai 10 %,
hal ini terjadi karena tanah yang ada di
desa tersebut sangat mendukung terhadap usaha pembuata gerabah dan keramik.
Dari dukungan Sektor ekonomi terhadap wilayah , terdiri atas kontribusi sector
ekonomi terhadap PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto),factor pendukung wilayah
dan factor dukungan pemerintah daerah.
Pada kontribusi sector ekonomi terhad
ap PDRB, sector pertanian masih
mempunyai kontribusi yang paling besar terhadap kegiatan perekonomian Kabupaten
Bantul yaitu 24 % terhadap PDRB setiap
tahunnya bahan pada tahun 1999 kontribusinya
mengalami peningkatan sebesar 29.22 %, kem
udian sektor industri pengolahan 17.53 %
dan sektor perdagangan sebesar 15.41 %.
Faktor pendukung wilayah,
potensi dukuh kasongan sebagai desa wisata
yaitu
suatu bentuk desa atau kawasan yang dike
mbangkan sebagai suatu obyek wisata atau
daerah tujuan wisata dengan memanfaatkan
potensi keberadaan pusat/sentra industri
lokal sebagai daya tarik utama yang akan dita
warkan kepada wisatawan. Besarnya jumlah
unit usaha kerajinan yang ada di desa tersebut dengan lokasi kegiatan meliputi beberapa
dusun sehingga membentuk suatu kawasan se
ntra industri kerajinan gerabah atau
keramik,
sarana perumahan
bagi penduduk desa tersebut 83.7 % atau sekitar 3.803 unit
merupakan rumah permanent, hal ini membuk
tikan bahwa sebagian besar masyarakat
desa Bangunjiwo dilihat dari sisi perumaha
nnya berada pada kondisi mampu dan sudah
berada diatas garis kemiskinan,
prasarana pendidikan dan kesehatan
di desa
Bangunjiwo adalah 10 unit TK, 11 unit SD, 2 un
it SLTP dan 1 unit SLB, adapun apabila
dilhat dari sisi tingkat pendidikannya, pe
nduduk desa Bangunjiwo sebagian besar taman
SLTP dan SLTA yaitu 44,8 % dan 22, 2 %,
sarana angkutan, perhubungan dan jalan
prosentase terbesar adalah sepeda sebagai
alat transportasinya yaitu sejumlah 3.998 atau
64.77 %, sedangkan alat komunikasi seperti
Kantor pos dan saluran telepon sebagai
sarana perhubungan juga telah memasuki wilayah desa Bangunjiwo.
Faktor dukungnan pemerintah setempat, yaitu telah berperan sejak tahun 1979
dengan didirikannya UPT (Unit Pelaksana Te
knis) sebagai kepanjangan tangan dari
Departemen Perindustrian dalam pembinaan pengembangan industi kecil.
Kondisi social masyarakat terlihat
cukup mapan, sehingga prosentase keluarga
miskinnya relative kecil.
Kondisi ekonomi, telah dikemukakan
diatas bahwa prosentase penduduk yang
bekerjan dibidang pertanian mencapai 39.84 %,
akan tetapi di desa Bangunjiwo jumlah
penduduk yang berprofesi sebagai pengra
jin mencapai 88,3 %, penghasilan yang
diperoleh pemilih gerabah dari penjualannya
berkisar antara Rp. 1,5 juta sampai Rp. 10
juta/bulan atau rata-rat per bulan laba bersih sebesar Rp. 3,35 juta. Beberapa pemilih
gerabah yang sudah maju biasanya mempeker
jakan beberapa tenaga sebagai tukang dan
designer. Tukang dalam bekerjanya mengguna
kan system borongan dengan memperoleh
bayaran Rp. 50 ribu – Rp. 100 ribu sekali borongan, sedangkan designer dalam setiap
bulannya memperoleh bayaran antara Rp. 500 ribu – Rp. 1 juta, bila dilihat bayaran
sebagai tukang tidak begitu besar bahkan kurang dari standar garis kemiskinan untuk
Daerah Yogyakarta yaitu Rp. 76.773/kapita/
bulan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
pekerja tukang sangat rentan terhadap kemisk
inan bila tidak ada pekerjaan sampingan
untuk menambah penghasilannya.
Kelembagaan, Peran UPT sangat besar sekali bagi perkembangan kerajinan
gerabah, terutama ditujukan dalam membina kelompok pengrajin gerabah dalam
meningkatkan mutu dan kualitas dari kerajinan gerabah, disamping kelembagaan
ekonomi, juga kelembagaan social berk
embang pula di desa tersebut. Lembaga
Mausyawarah Desa atau yang sekarang berg
anti nama menjadi Badan Perwakilan Desa
(BPD) perannya belum terlihat.
Analisis Data
Berdasarkan beberapa penjelasan mengenai ciri ,karakterisitik , potensi dari
keragaman sumber daya dari masing – masing
desa , maka terdapat perbedaan potensi
dan ciri dari masing – amsing desa cont
  1. Namun ada ciri yang khas dari masing –
masing desa tersebut adalah komoditas yang dihasilkan.
Dari kriteria tersebut , dapat diidentifik
asikan beberapa ciri dari masing – amsing
tipologi desa , yakni tingkat kemi
sikinan , struktur matapencarian , sarana dan prasarana ,
sumber daya manusia , kepemilikan asset lahan , dan kelembagaan.
Tingkat Kemiskinan
. Rata – rata tingkat kemiskinan pada keluarga petani pada
masing – masing desa relative tinggi kecuali
Desa Kertawangi dengan spesifikasi desa
peternakan sapi perah dan Desa bangunjiwo dengan spesifikasi desa jasa dan
perdagangan. Pada Desa Kertawangi kondisi
ini dimungkinkan karena bila dihitung nilai
ekonomis dari ternak sapi perah , satu ekor te
rnak siap perah dapat dijual seharga 8 juta
perekor. Disamping itu , produksi susu yang di
hasilkan mampu memberikan nilai tambah
pendapatan bagi keluarga petani. Namun kondisi ini sangat rentan dengan ilkim dan
lahan karena peternakan sapi perah sanga
t berhubungan erat dengan dengan kedua faktor
tersebut. Pada Desa Bangunjiwo , yang mer
upakan desa dengan penghasilan keramik dan
gerabah yang hasilnya dipasarkan ke pasar domestic maupun kepasar ekspor dengan
tujuan negara ekspor antara lain : Amerika , Australia , Belgia , Belanda , Jepang ,
Perancis , Saudi Arabia , Selandia Baru
, dan Singapura. Dengan telah merambahnya
pemasaran keramik dan gerabah tersebut ,
pendapatan dari para pengrajin , pengusaha
maupun pekerja akan semakin baik dan meningkat.
Struktur Matapencarian
. Matapencarian utama dari masing – masing desa
tersebut disesuaikan dengan komoditas yang diusahakan kebanyakan masyarakat desa.
Biasanya matapencarian ini telah menjad
i turun temurun sebagi sumber penghidupan
petani. Namun adakalanya matapencarian
tersebut hanya sebagai matapencarian
alternative bila sumber daya sudah tidak memb
erikan nilai tambah bagi petani , seperti
pada Desa Sukasirna. Walaupun mereka me
nggarap lahan milik ataupun sewa , karena
penghasilan dari lading atau sawah hany
dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup sehari –
hari saja. Di samping itu , hamper seluruh desa contoh penduduknya mempunyai
matapencarian alternative sebagai penunjang
kehidupan mereka , akan tetapi kondisi ini
tidak dijumpai pada Desa Gempolsewu de
ngan spesifikasi desa nelayan , dan desa
Bangunjiwo dengan spesifikasi desa jasa da
n perdagangan. Pada Desa Gempolsewu
ketiadaan matapencarian alternative lebih banyak disebabkan karena ketiadaan
kemampuan dan keterampilan untuk berusaha
selain untuk menangkap ikan , dan pada
Desa Bangunjiwo , penduduk dengan matapencarian sebagai pengrajin gerabah tidak
mempunyai alternative matapencarian karena bekerja sebagai pengrajin gerabah dan
keramik lebih banyak menyita waktu , sehingga
tidak ada kesempatan untuk berusaha di
sector yang lain , juga mereka merasa te
lah cukup penghasilannya dari usaha kerajinan
keramik dan gerabah tersebut.
Kepemilikan Aset Lahan
. Kepemilikan lahan rata – rata untuk desa – desa yang
ada di Pulau Jawa kurang dari 0,5 Ha. Hal in
i disebabkan lahan – lahan di Pulau Jawa
mulai mengalami perubahan fungsi lahan , yaitu dari lahan pertanian menjadi perumahan
, industri atau yang lainnya. Hal tersebut
bisa disebabkan tingkat produksi dari lahan
semakin berkurang dan tentunya pendapatan
petanipun akan menurun juga dari hasil
pengelolaan lahan. Berbeda dengan dari lu
ar Pulau Jawa contohnya Desa Sipatuo ,
kemilikan lahan dari petani rata – rata di
atas 0,5 Ha. Hal ini sangat wajar karena daerah
– daerah di Pulau Jawa lahannya relative ma
sih luas dan perubahan fungsi lahan masih
belum terlalu tinggi sehingga mereka me
reka dapat memaksimalkan lahannya untuk
produksi komoditas yang mereka hasilkan.
Sumberdaya Manusia
. Sebagian besar penduduk dari desa contoh memiliki
tingkat pendidikan yang rendah. Rendahnya ti
ngkat pendidikan ini akan berpengaruh
pada rendahnya kecepatan penyerapan a
dopsi teknologi , kemampuan untuk menggali
informasi dan rendahnya daya kreatifitas dan
inovasi. Kondisi ini bisa mempengaruhi
perkembangan pertanian maupun perikanan khus
usnya pada proses perubahan dari
system tradisional ke system yang lebih modern.
Sarana dan Prasarana
. Rata – rata infrastruktur jalan desa di desa contoh relative
baik dan dapat dilalui oleh kendaraan um
um , seperti angkurtan pedesaan , ojek.
Demikian juga dengan alat transportasi dan
komunikasi telah dapat diakses oleh desa –
desa contoh , seperti telepon , wartel dan
kantor pos. namun infrastruktur ekonomi ,
seperti pasar dan perbankan tidak dipunyai oleh seluruh desa contoh.
Kesimpulan dan rekomendasi
Dari hasil pengkajian pembangunan desa
– desa untuk mengatasi kemiskinan
yang menampilkan enam tipologi desa ( pesawahan , perkebunan , peternakan , ladang ,
perikanan dan jasa , serta perdagangan ) dan
keberagaman daerah kajian yaitu Pulau Jawa
( Jawa Barat , Jawa Tengah dan daerah Istimewa Yogyakarta ) dan luar Jawa ( Sulawesi
Selatan ) ada beberapa hal yang dapat menjad
ikan suatu kesimpulan sementara anatara
lain:
  1. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di
desa contoh, sedikit banyak terkait dan
dipengaruhi oleh jenis tipologi desan di
mana desa tersebut mempunyai sumber
matapencarian tertentu, seperti pada de
sa nelayan dengan hasil ikan yang cepat
membusuk dan harus cepat dijual, sengat rentan terhadap kemiskinan dengan
tingkat kemisikinan tinggi, demikian juga esa dengan perladangan. Tingkat
kemiskinan tersebut juga dipengaruhi
oleh ada atau tidaknya matapencarian
alternative, dengan adanya sumber matapencarian alternative pengahsilan jika
penghasilan utamanya mengalami penyusutan.
  1. Paling tidak pada desa-desa percontohan,
sarana prasarana terpenuhi dan memadai
seperti jalan, pasar, maupun sarana yang la
in, akan tetapi “ kelengkaapan“ sarana
dan prasarana tersebut belum cukup untuk dapat menggerakkan keberagaman
kegiatan perekonomian masyarakat desa,
yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarkat.
  1. Disamping itu, dibalik terpenuhinya fasilitas tersebut masih belum mampu untuk
menjadi suatu stimulus untuk menggerakkan perekonomian masyarakat, yang
selanjutnya dapat menjadi usaha untuk
dapat menanggulangi kemiskinan yang
selam ini dialami oleh wilayah pedesaan
  1. Penguasaan lahan untuk desa-desa yang berlokasi di pulau Jawa umumnya kurang
dari 0,5 Ha dan di desa di luar Jawa lebi
h dari 0,5 Ha , hal ini terkait dengan masih
luasnya tanah yang ada di luar pulau ja
  1. Kepemilikan lahan ini paling tidak
mempunyai peran untuk mengusahakan penduduk sebagai sarana untuk mencari
alternative sumber matapencarian utamanya :
Maka perlu adanya suatu rekomendasi
dalam upaya untuk dapat meningkatkan
kesejahteraan masuarakat dan peningkata
n pembangunan ekonomi pedesaan dimasa
mendatang yang lebih menitikberatkan pada :
  1. Peningkatan kemampuan sumberdaya ma
nusia, peningkatan ini menjadi sesuatu
yang penting karena dengan meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia yaitu
peningkatan jenjang pendidikan penduduk ak
an berpengaruh pada kecepatan
penyerapan adopsi teknologi, kemampuan untuk menggali informasi dan daya
kreatifitas dan inovasi. Dengan peningkata
n kemampuan tersebut akan lebih
meningkatkan pendapatan masyarakat, yang
ada pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraannya dan dapat mengentaskan dari garis kemiskinan.
  1. Adanya penciptaan dan pengembangan lembaga ekonomi yang sudah ada, lembaga
ekonomi ini seperti keberadaan koperasi,
unit pelaksana teknis (UPT), tempat
pelelangan ikan (TPI), dimana akan le
bih banyak membantu masyarakat dalam
upaya untuk meningkatkan pendapatannya.
  1. Mengevaluasi peraturan-peraturan yang selama ini terkait dan berhubungan dengan
masyarakat pedesaan, agar lebih berpihak pada masyarakat kecil, dengan demikian
campur tangan pemerintah paling tidak
dibutuhkan untuk memberi kepastian
hokum dan melindungi masyarakat kecil
jika akan berhadapan dengan golongan
masyarakat yang mempunyai modal dan kekuasaan yang lebih besar.
  1. Pemerintah supaya lebih aktif mendorong dan mancari alternative matapencarian
pada masyarakat pedesaan terutama pada
masyarakat yang hidup pada desa dengan
tipologi desa nelayan, desa jasa dan desa perdagangan. Peran aktif pemerintah
tersebut terutama ditujukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakt melalui
suatu pelatihan atau kursus maupun pendi
dikan keterampilan, seperti pelatihan
pengolahan hasil perikanan, bagi desa
nelayan maupun pelatihan untuk berkreasi
seni lebih tinggi terhadap hasil keramik dan gerabah pada masyarakat di desa dan
perdagangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar